Rekomendasi Buku & Artikel Terkait
Pembahasan kita mengenai pakaian adat Jawa Barat sudah di ujung nih, Grameds. Dengan buku-buku terbaik yang kami terbitkan, Gramedia siap untuk menjadi #SahabatTanpaBatas Anda dalam menggali budaya dan ilmu pengetahuan.
Pakaian Adat Jawa Barat – Budaya Jawa Barat banyak mendapatkan pengaruh dari budaya Sunda. Hal ini tidak mengherankan sebab mayoritas suku yang ada di Provinsi Jawa Barat merupakan Suku Sunda. Tidak dapat dipungkiri, bahwa pakaian adat Jawa Barat juga banyak mendapatkan sumbangsih dari pakaian adat Sunda. Apa saja pakaian adat Jawa Barat? Yuk Grameds, kita bahas bersama.
Sekilas Mengenai Jawa Barat
Dikenal sebagai provinsi dengan populasi terpadat, Jawa Barat memiliki lebih dari 48 juta jiwa penduduk. Jawa Barat memiliki beberapa suku asli, yaitu suku Sunda, suku Cirebon, dan lainnya. Besarnya dominasi suku Sunda di provinsi ini menjadikan suku Sunda merupakan suku terbesar kedua dalam hal banyaknya populasi mereka.
Di Sunda, diajarkan beberapa bahasa, mulai dari bahasa Sunda, bahasa Jawa dialek Cirebon, dan bahasa Cirebon. Adanya beberapa wilayah yang didiami oleh suku Betawi memunculkan usulan agar Bahasa Melayu berdialek Betawi diajarkan sebagai pendidikan bahasa daerah setempat.
Rekomendasi Buku & Artikel Terkait
Pembahasan kita mengenai pakaian adat Jawa Barat sudah di ujung nih, Grameds. Dengan buku-buku terbaik yang kami terbitkan, Gramedia siap untuk menjadi #SahabatTanpaBatas Anda dalam menggali budaya dan ilmu pengetahuan.
Pakaian Adat Jawa Barat – Budaya Jawa Barat banyak mendapatkan pengaruh dari budaya Sunda. Hal ini tidak mengherankan sebab mayoritas suku yang ada di Provinsi Jawa Barat merupakan Suku Sunda. Tidak dapat dipungkiri, bahwa pakaian adat Jawa Barat juga banyak mendapatkan sumbangsih dari pakaian adat Sunda. Apa saja pakaian adat Jawa Barat? Yuk Grameds, kita bahas bersama.
Rekomendasi Buku & Artikel Terkait
Pembahasan kita mengenai pakaian adat Jawa Barat sudah di ujung nih, Grameds. Dengan buku-buku terbaik yang kami terbitkan, Gramedia siap untuk menjadi #SahabatTanpaBatas Anda dalam menggali budaya dan ilmu pengetahuan.
Rekomendasi Buku & Artikel Terkait
Pembahasan kita mengenai pakaian adat Jawa Barat sudah di ujung nih, Grameds. Dengan buku-buku terbaik yang kami terbitkan, Gramedia siap untuk menjadi #SahabatTanpaBatas Anda dalam menggali budaya dan ilmu pengetahuan.
Pakaian Adat Jawa Barat – Budaya Jawa Barat banyak mendapatkan pengaruh dari budaya Sunda. Hal ini tidak mengherankan sebab mayoritas suku yang ada di Provinsi Jawa Barat merupakan Suku Sunda. Tidak dapat dipungkiri, bahwa pakaian adat Jawa Barat juga banyak mendapatkan sumbangsih dari pakaian adat Sunda. Apa saja pakaian adat Jawa Barat? Yuk Grameds, kita bahas bersama.
Pakaian adat yang bergantung pada kelas sosial
Dahulu, di mana kelas sosial masih memiliki pengaruh terhadap hidup seseorang, kentara sekali perbedaan yang dapat kita temukan. Misalkan saja hak untuk duduk bersama, hak untuk mendapat bergaul dengan siapa, hak untuk pendidikan, dan lainnya. Perbedaan kasta benar-benar mendapatkan perhatian yang sangat serius. Hal tersebut tentu saja berpotensi terjadinya kesenjangan sosial.
Jaman dulu, hal tersebut merupakan suatu hal yang lumrah diterapkan di banyak daerah, tak terkecuali di Sunda. Bukti keseriusan tersebut dapat kita perhatikan dari pakaian adat yang dikenakan oleh orang-orang Sunda.
Pakaian adat di Sunda dalam melakukan aktivitas sehari-hari dibagi menjadi tiga, yaitu:
Pakaian yang biasa dipakai oleh rakyat biasa ini pada umumnya dikenakan oleh para petani, buruh, dan rakyat jelata lainnya. Pakaian ini digunakan dalam melakukan pekerjaan sehari-hari dan aktivitas lainnya. Oleh karena itu, tidak heran jika terkadang pakaian ini terlihat usang karena sangat sering digunakan.
Banyaknya petani, buruh, dan rakyat jelata di Sunda yang menggunakan pakaian ini menjadi ciri khas tersendiri sehingga pakaian ini dinobatkan menjadi pakaian adat untuk rakyat biasa. Bagaimana setelan pakaian untuk rakyat biasa baik untuk laki-laki dan perempuan Sunda?
Para lelaki Sunda dari kalangan rakyat biasa menggunakan setelan baju dan celana pangsi lengkap dengan segala aksesorisnya. Sementara untuk para wanita, menggunakan kebaya sederhana yang berwarna polos, meskipun terkadang ada yang menggunakan kebaya beraneka warna. Namun intinya bahan pembuatan kebaya ini adalah kain sederhana. Untuk bawahan, wanita Sunda menggunakan kain jarik yang dililitkan di pinggang. Tidak lupa sandal jepit keteplek digunakan sebagai alas kaki.
Para leader dalam sebuah bisnis biasa menggunakan pakaian ini saat melakukan rapat ataupun negosiasi dengan rekan bisnis mereka. Sesuai fungsinya, pakaian digunakan agar terbentuk kesan rapi dan berwibawa sehingga tidak diremehkan dalam melakukan bisnis. Oleh karena itu, pakaian ini dikhususkan untuk para pengusaha, saudagar, dan seseorang yang memiliki pendidikan tinggi.
Pakaian laki-laki terdiri dari jas putih (yang kemudian berkembang menjadi berbagai warna) yang dijuluki sebagai Baju Bedahan. Sebagai bawahan, para saudagar Sunda menggunakan kain kebat yang disarungkan di pinggang. Agar rambut tampak rapi, mereka menggunakan penutup kepala yang dinamakan bengker. Kesan mewah dan berkelas semakin terlihat dengan disematkannya arloji emas di saku jas sebelah atas.
Sementara para wanita yang menjadi istri para saudagar tersebut mengenakan kebaya yang bahannya lebih baik dari kebaya untuk rakyat biasa. Termasuk dalam memilih warna, mereka bebas bahkan untuk yang cerah sekalipun. Bawahan para wanita menggunakan kain kebat yang digunakan sebagai rok panjang. Tidak lupa dipasangkan perhiasan-perhiasan yang menarik agar yang menggunakannya tampak semakin cantik dan mempesona.
Para pewaris darah biru atau bangsawan menggunakan pakaian ini agar tampak bahwa mereka adalah orang-orang yang memiliki kuasa atas kepentingan publik sehingga menjadi orang penting di daerahnya. Kesan yang ditampilkan dalam pakaian ini adalah kedigdayaan yang berkelas.
Para laki-laki bangsawan Sunda mengenakan jas beludru hitam yang terbuat dari bahan dengan kualitas terbaik. Jas tersebut memiliki kerah sekitar 3-4 cm tanpa disertai lipatan. Sulaman benang berwarna keemasan pada kerah, tengah dekat kancing, dan kedua ujung lengan menambah kesan mewah dan kekuasaan yang dimiliki.
Celana hitam yang terbuat dari bahan dan motif yang sama dipasangkan sebagai bawahan agar selaras dengan jas hitam beludru tersebut. Agar tidak tampak terlalu sepi warna, dililitkan kain kebat berbatik di pinggang dengan panjang sampai sekitar paha.
Ikat pinggang emas dilingkarkan untuk meyakinkan bahwa celana terpasang dengan kuat. Tidak lupa dipasangkan Bendo di kepala agar rambut tampak lebih rapi. Dan sempurna, sebuah arloji keemasan disematkan di saku jas sebelah atas.
Sedangkan para wanita bangsawan mengenakan pakaian berbahan beludru dengan warna dan motif yang sama dengan bangsawan laki-laki Sunda. Dibuat sama agar pasangan bangsawan tampak serasi. Kain kebat berbatik dililitkan di pinggang dengan panjang sampai ke bawah sebagai bawahan dari pakaian adat untuk wanita ini.
Selop hitam berbahan beludru dipakaikan di kaki wanita sebagai alas kaki. Rambutnya dimodel sanggul lengkap dengan segala aksesorisnya, termasuk tusuk kondenya. Dan dengan terpasangnya perhiasan kalung, cincin, anting, giwang, atau gelang mewah dan indah, membuat orang tidak ragu kalau wanita yang sedang mengenakan setelan pakaian ini benar-benar merupakan seorang bangsawan.
Pakaian adat Jawa Barat yang digunakan untuk pengantin banyak yang terinspirasi oleh pakaian pengantin Sunda. Terlebih pakaian pengantin untuk mempelai wanita Jawa Barat yang banyak mengambil inspirasi dari putri-putri Kerajaan Sunda jaman dulu.
Seperti pada umumnya pakaian pengantin yang terdiri dari pakaian pria dan wanita, pakaian pengantin Jawa Barat juga memiliki hal serupa. Meski saat ini pakaian pengantin banyak yang dimodifikasi lebih modern, namun para perancang busana pengantin tetap menampilkan kesan keadatan.
Untuk pria, pakaian pengantin terdiri atas Jas Buka Prangwedana yang menurut budaya Jawa Barat melambangkan kewibawaan serta kejantanan yang dimiliki seorang laki-laki. Warna jas tersebut bebas dan diselaraskan dengan kebaya pengantin sang istri agar tampak serasi.
Kemudian kain bermotif batik disarungkan dengan melilitkannya di pinggang dan panjangnya hingga mata kaki. Sedangkan aksesoris wajib bagi mempelai pria adalah menggunakan bendo yang berhiaskan batu permata di tengah-tengahnya sebagai penutup kepala. Agar semakin tampak gagah dan jantan, tidak lupa mempelai pria membawa keris dan sarungnya (boro sarangka) sekaligus.
Sementara itu, pakaian pengantin wanita Jawa Barat lebih kompleks, terlebih adanya tambahan perhiasan dan aksesoris. Atasan wanita merupakan kebaya pengantin yang terbuat dari bahan brokat dengan warna cerah. Warna yang umum digunakan sebagai bahan baku kebaya pengantin ini adalah putih, krem, kuning, biru muda, dan lainnya.
Sama dengan mempelai pria, bawahan sang istri berupa kain batik yang dililitkan di pinggul wanita dengan panjang dari pinggul sampai bawah kaki. Kain batik ini memiliki dua pilihan motif, yakni sido mukti atau lereng eneng prada.
Budaya yang tertanam di Jawa Barat mengajarkan, kedua batik ini melambangkan adanya harapan agar keadaan kedua mempelai menjadi jauh lebih baik dan penuh dengan kebahagiaan setelah mereka menjalani kehidupan rumah tangga. Nasehat yang mengajarkan panjangnya perjalanan kehidupan rumah tangga harus dijalani bersama oleh suami dan istri tertuang dalam lereng eneng.
Selain atasan dan bawahan, mempelai wanita menggunakan kelat bahu yang berada di kedua lengan, perhiasan cincin permata, , kalung pendek dan panjang, dan gelang permata. Dan yang yang menarik dalam pernikahan adat Jawa Barat adalah mahkota campuran logam seberat 1,5 sampai 2 kg bernama Siger yang dipakai oleh mempelai wanita. Siger ini melambangkan tingginya rasa hormat, kearifan, dan kebijaksanaan dalam pernikahan.
Ada empat jenis riasan pengantin di Jawa Barat yang masing-masing jenis menyesuaikan tempat penyelenggaraan pernikahan tersebut. Keempat jenis riasan pengantin tersebut adalah sebagai berikut:
Pakaian adat yang bergantung pada kelas sosial
Dahulu, di mana kelas sosial masih memiliki pengaruh terhadap hidup seseorang, kentara sekali perbedaan yang dapat kita temukan. Misalkan saja hak untuk duduk bersama, hak untuk mendapat bergaul dengan siapa, hak untuk pendidikan, dan lainnya. Perbedaan kasta benar-benar mendapatkan perhatian yang sangat serius. Hal tersebut tentu saja berpotensi terjadinya kesenjangan sosial.
Jaman dulu, hal tersebut merupakan suatu hal yang lumrah diterapkan di banyak daerah, tak terkecuali di Sunda. Bukti keseriusan tersebut dapat kita perhatikan dari pakaian adat yang dikenakan oleh orang-orang Sunda.
Pakaian adat di Sunda dalam melakukan aktivitas sehari-hari dibagi menjadi tiga, yaitu:
Pakaian yang biasa dipakai oleh rakyat biasa ini pada umumnya dikenakan oleh para petani, buruh, dan rakyat jelata lainnya. Pakaian ini digunakan dalam melakukan pekerjaan sehari-hari dan aktivitas lainnya. Oleh karena itu, tidak heran jika terkadang pakaian ini terlihat usang karena sangat sering digunakan.
Banyaknya petani, buruh, dan rakyat jelata di Sunda yang menggunakan pakaian ini menjadi ciri khas tersendiri sehingga pakaian ini dinobatkan menjadi pakaian adat untuk rakyat biasa. Bagaimana setelan pakaian untuk rakyat biasa baik untuk laki-laki dan perempuan Sunda?
Para lelaki Sunda dari kalangan rakyat biasa menggunakan setelan baju dan celana pangsi lengkap dengan segala aksesorisnya. Sementara untuk para wanita, menggunakan kebaya sederhana yang berwarna polos, meskipun terkadang ada yang menggunakan kebaya beraneka warna. Namun intinya bahan pembuatan kebaya ini adalah kain sederhana. Untuk bawahan, wanita Sunda menggunakan kain jarik yang dililitkan di pinggang. Tidak lupa sandal jepit keteplek digunakan sebagai alas kaki.
Para leader dalam sebuah bisnis biasa menggunakan pakaian ini saat melakukan rapat ataupun negosiasi dengan rekan bisnis mereka. Sesuai fungsinya, pakaian digunakan agar terbentuk kesan rapi dan berwibawa sehingga tidak diremehkan dalam melakukan bisnis. Oleh karena itu, pakaian ini dikhususkan untuk para pengusaha, saudagar, dan seseorang yang memiliki pendidikan tinggi.
Pakaian laki-laki terdiri dari jas putih (yang kemudian berkembang menjadi berbagai warna) yang dijuluki sebagai Baju Bedahan. Sebagai bawahan, para saudagar Sunda menggunakan kain kebat yang disarungkan di pinggang. Agar rambut tampak rapi, mereka menggunakan penutup kepala yang dinamakan bengker. Kesan mewah dan berkelas semakin terlihat dengan disematkannya arloji emas di saku jas sebelah atas.
Sementara para wanita yang menjadi istri para saudagar tersebut mengenakan kebaya yang bahannya lebih baik dari kebaya untuk rakyat biasa. Termasuk dalam memilih warna, mereka bebas bahkan untuk yang cerah sekalipun. Bawahan para wanita menggunakan kain kebat yang digunakan sebagai rok panjang. Tidak lupa dipasangkan perhiasan-perhiasan yang menarik agar yang menggunakannya tampak semakin cantik dan mempesona.
Para pewaris darah biru atau bangsawan menggunakan pakaian ini agar tampak bahwa mereka adalah orang-orang yang memiliki kuasa atas kepentingan publik sehingga menjadi orang penting di daerahnya. Kesan yang ditampilkan dalam pakaian ini adalah kedigdayaan yang berkelas.
Para laki-laki bangsawan Sunda mengenakan jas beludru hitam yang terbuat dari bahan dengan kualitas terbaik. Jas tersebut memiliki kerah sekitar 3-4 cm tanpa disertai lipatan. Sulaman benang berwarna keemasan pada kerah, tengah dekat kancing, dan kedua ujung lengan menambah kesan mewah dan kekuasaan yang dimiliki.
Celana hitam yang terbuat dari bahan dan motif yang sama dipasangkan sebagai bawahan agar selaras dengan jas hitam beludru tersebut. Agar tidak tampak terlalu sepi warna, dililitkan kain kebat berbatik di pinggang dengan panjang sampai sekitar paha.
Ikat pinggang emas dilingkarkan untuk meyakinkan bahwa celana terpasang dengan kuat. Tidak lupa dipasangkan Bendo di kepala agar rambut tampak lebih rapi. Dan sempurna, sebuah arloji keemasan disematkan di saku jas sebelah atas.
Sedangkan para wanita bangsawan mengenakan pakaian berbahan beludru dengan warna dan motif yang sama dengan bangsawan laki-laki Sunda. Dibuat sama agar pasangan bangsawan tampak serasi. Kain kebat berbatik dililitkan di pinggang dengan panjang sampai ke bawah sebagai bawahan dari pakaian adat untuk wanita ini.
Selop hitam berbahan beludru dipakaikan di kaki wanita sebagai alas kaki. Rambutnya dimodel sanggul lengkap dengan segala aksesorisnya, termasuk tusuk kondenya. Dan dengan terpasangnya perhiasan kalung, cincin, anting, giwang, atau gelang mewah dan indah, membuat orang tidak ragu kalau wanita yang sedang mengenakan setelan pakaian ini benar-benar merupakan seorang bangsawan.
Pakaian adat Jawa Barat yang digunakan untuk pengantin banyak yang terinspirasi oleh pakaian pengantin Sunda. Terlebih pakaian pengantin untuk mempelai wanita Jawa Barat yang banyak mengambil inspirasi dari putri-putri Kerajaan Sunda jaman dulu.
Seperti pada umumnya pakaian pengantin yang terdiri dari pakaian pria dan wanita, pakaian pengantin Jawa Barat juga memiliki hal serupa. Meski saat ini pakaian pengantin banyak yang dimodifikasi lebih modern, namun para perancang busana pengantin tetap menampilkan kesan keadatan.
Untuk pria, pakaian pengantin terdiri atas Jas Buka Prangwedana yang menurut budaya Jawa Barat melambangkan kewibawaan serta kejantanan yang dimiliki seorang laki-laki. Warna jas tersebut bebas dan diselaraskan dengan kebaya pengantin sang istri agar tampak serasi.
Kemudian kain bermotif batik disarungkan dengan melilitkannya di pinggang dan panjangnya hingga mata kaki. Sedangkan aksesoris wajib bagi mempelai pria adalah menggunakan bendo yang berhiaskan batu permata di tengah-tengahnya sebagai penutup kepala. Agar semakin tampak gagah dan jantan, tidak lupa mempelai pria membawa keris dan sarungnya (boro sarangka) sekaligus.
Sementara itu, pakaian pengantin wanita Jawa Barat lebih kompleks, terlebih adanya tambahan perhiasan dan aksesoris. Atasan wanita merupakan kebaya pengantin yang terbuat dari bahan brokat dengan warna cerah. Warna yang umum digunakan sebagai bahan baku kebaya pengantin ini adalah putih, krem, kuning, biru muda, dan lainnya.
Sama dengan mempelai pria, bawahan sang istri berupa kain batik yang dililitkan di pinggul wanita dengan panjang dari pinggul sampai bawah kaki. Kain batik ini memiliki dua pilihan motif, yakni sido mukti atau lereng eneng prada.
Budaya yang tertanam di Jawa Barat mengajarkan, kedua batik ini melambangkan adanya harapan agar keadaan kedua mempelai menjadi jauh lebih baik dan penuh dengan kebahagiaan setelah mereka menjalani kehidupan rumah tangga. Nasehat yang mengajarkan panjangnya perjalanan kehidupan rumah tangga harus dijalani bersama oleh suami dan istri tertuang dalam lereng eneng.
Selain atasan dan bawahan, mempelai wanita menggunakan kelat bahu yang berada di kedua lengan, perhiasan cincin permata, , kalung pendek dan panjang, dan gelang permata. Dan yang yang menarik dalam pernikahan adat Jawa Barat adalah mahkota campuran logam seberat 1,5 sampai 2 kg bernama Siger yang dipakai oleh mempelai wanita. Siger ini melambangkan tingginya rasa hormat, kearifan, dan kebijaksanaan dalam pernikahan.
Ada empat jenis riasan pengantin di Jawa Barat yang masing-masing jenis menyesuaikan tempat penyelenggaraan pernikahan tersebut. Keempat jenis riasan pengantin tersebut adalah sebagai berikut:
Pakaian adat yang bergantung pada kelas sosial
Dahulu, di mana kelas sosial masih memiliki pengaruh terhadap hidup seseorang, kentara sekali perbedaan yang dapat kita temukan. Misalkan saja hak untuk duduk bersama, hak untuk mendapat bergaul dengan siapa, hak untuk pendidikan, dan lainnya. Perbedaan kasta benar-benar mendapatkan perhatian yang sangat serius. Hal tersebut tentu saja berpotensi terjadinya kesenjangan sosial.
Jaman dulu, hal tersebut merupakan suatu hal yang lumrah diterapkan di banyak daerah, tak terkecuali di Sunda. Bukti keseriusan tersebut dapat kita perhatikan dari pakaian adat yang dikenakan oleh orang-orang Sunda.
Pakaian adat di Sunda dalam melakukan aktivitas sehari-hari dibagi menjadi tiga, yaitu:
Pakaian yang biasa dipakai oleh rakyat biasa ini pada umumnya dikenakan oleh para petani, buruh, dan rakyat jelata lainnya. Pakaian ini digunakan dalam melakukan pekerjaan sehari-hari dan aktivitas lainnya. Oleh karena itu, tidak heran jika terkadang pakaian ini terlihat usang karena sangat sering digunakan.
Banyaknya petani, buruh, dan rakyat jelata di Sunda yang menggunakan pakaian ini menjadi ciri khas tersendiri sehingga pakaian ini dinobatkan menjadi pakaian adat untuk rakyat biasa. Bagaimana setelan pakaian untuk rakyat biasa baik untuk laki-laki dan perempuan Sunda?
Para lelaki Sunda dari kalangan rakyat biasa menggunakan setelan baju dan celana pangsi lengkap dengan segala aksesorisnya. Sementara untuk para wanita, menggunakan kebaya sederhana yang berwarna polos, meskipun terkadang ada yang menggunakan kebaya beraneka warna. Namun intinya bahan pembuatan kebaya ini adalah kain sederhana. Untuk bawahan, wanita Sunda menggunakan kain jarik yang dililitkan di pinggang. Tidak lupa sandal jepit keteplek digunakan sebagai alas kaki.
Para leader dalam sebuah bisnis biasa menggunakan pakaian ini saat melakukan rapat ataupun negosiasi dengan rekan bisnis mereka. Sesuai fungsinya, pakaian digunakan agar terbentuk kesan rapi dan berwibawa sehingga tidak diremehkan dalam melakukan bisnis. Oleh karena itu, pakaian ini dikhususkan untuk para pengusaha, saudagar, dan seseorang yang memiliki pendidikan tinggi.
Pakaian laki-laki terdiri dari jas putih (yang kemudian berkembang menjadi berbagai warna) yang dijuluki sebagai Baju Bedahan. Sebagai bawahan, para saudagar Sunda menggunakan kain kebat yang disarungkan di pinggang. Agar rambut tampak rapi, mereka menggunakan penutup kepala yang dinamakan bengker. Kesan mewah dan berkelas semakin terlihat dengan disematkannya arloji emas di saku jas sebelah atas.
Sementara para wanita yang menjadi istri para saudagar tersebut mengenakan kebaya yang bahannya lebih baik dari kebaya untuk rakyat biasa. Termasuk dalam memilih warna, mereka bebas bahkan untuk yang cerah sekalipun. Bawahan para wanita menggunakan kain kebat yang digunakan sebagai rok panjang. Tidak lupa dipasangkan perhiasan-perhiasan yang menarik agar yang menggunakannya tampak semakin cantik dan mempesona.
Para pewaris darah biru atau bangsawan menggunakan pakaian ini agar tampak bahwa mereka adalah orang-orang yang memiliki kuasa atas kepentingan publik sehingga menjadi orang penting di daerahnya. Kesan yang ditampilkan dalam pakaian ini adalah kedigdayaan yang berkelas.
Para laki-laki bangsawan Sunda mengenakan jas beludru hitam yang terbuat dari bahan dengan kualitas terbaik. Jas tersebut memiliki kerah sekitar 3-4 cm tanpa disertai lipatan. Sulaman benang berwarna keemasan pada kerah, tengah dekat kancing, dan kedua ujung lengan menambah kesan mewah dan kekuasaan yang dimiliki.
Celana hitam yang terbuat dari bahan dan motif yang sama dipasangkan sebagai bawahan agar selaras dengan jas hitam beludru tersebut. Agar tidak tampak terlalu sepi warna, dililitkan kain kebat berbatik di pinggang dengan panjang sampai sekitar paha.
Ikat pinggang emas dilingkarkan untuk meyakinkan bahwa celana terpasang dengan kuat. Tidak lupa dipasangkan Bendo di kepala agar rambut tampak lebih rapi. Dan sempurna, sebuah arloji keemasan disematkan di saku jas sebelah atas.
Sedangkan para wanita bangsawan mengenakan pakaian berbahan beludru dengan warna dan motif yang sama dengan bangsawan laki-laki Sunda. Dibuat sama agar pasangan bangsawan tampak serasi. Kain kebat berbatik dililitkan di pinggang dengan panjang sampai ke bawah sebagai bawahan dari pakaian adat untuk wanita ini.
Selop hitam berbahan beludru dipakaikan di kaki wanita sebagai alas kaki. Rambutnya dimodel sanggul lengkap dengan segala aksesorisnya, termasuk tusuk kondenya. Dan dengan terpasangnya perhiasan kalung, cincin, anting, giwang, atau gelang mewah dan indah, membuat orang tidak ragu kalau wanita yang sedang mengenakan setelan pakaian ini benar-benar merupakan seorang bangsawan.
Pakaian adat Jawa Barat yang digunakan untuk pengantin banyak yang terinspirasi oleh pakaian pengantin Sunda. Terlebih pakaian pengantin untuk mempelai wanita Jawa Barat yang banyak mengambil inspirasi dari putri-putri Kerajaan Sunda jaman dulu.
Seperti pada umumnya pakaian pengantin yang terdiri dari pakaian pria dan wanita, pakaian pengantin Jawa Barat juga memiliki hal serupa. Meski saat ini pakaian pengantin banyak yang dimodifikasi lebih modern, namun para perancang busana pengantin tetap menampilkan kesan keadatan.
Untuk pria, pakaian pengantin terdiri atas Jas Buka Prangwedana yang menurut budaya Jawa Barat melambangkan kewibawaan serta kejantanan yang dimiliki seorang laki-laki. Warna jas tersebut bebas dan diselaraskan dengan kebaya pengantin sang istri agar tampak serasi.
Kemudian kain bermotif batik disarungkan dengan melilitkannya di pinggang dan panjangnya hingga mata kaki. Sedangkan aksesoris wajib bagi mempelai pria adalah menggunakan bendo yang berhiaskan batu permata di tengah-tengahnya sebagai penutup kepala. Agar semakin tampak gagah dan jantan, tidak lupa mempelai pria membawa keris dan sarungnya (boro sarangka) sekaligus.
Sementara itu, pakaian pengantin wanita Jawa Barat lebih kompleks, terlebih adanya tambahan perhiasan dan aksesoris. Atasan wanita merupakan kebaya pengantin yang terbuat dari bahan brokat dengan warna cerah. Warna yang umum digunakan sebagai bahan baku kebaya pengantin ini adalah putih, krem, kuning, biru muda, dan lainnya.
Sama dengan mempelai pria, bawahan sang istri berupa kain batik yang dililitkan di pinggul wanita dengan panjang dari pinggul sampai bawah kaki. Kain batik ini memiliki dua pilihan motif, yakni sido mukti atau lereng eneng prada.
Budaya yang tertanam di Jawa Barat mengajarkan, kedua batik ini melambangkan adanya harapan agar keadaan kedua mempelai menjadi jauh lebih baik dan penuh dengan kebahagiaan setelah mereka menjalani kehidupan rumah tangga. Nasehat yang mengajarkan panjangnya perjalanan kehidupan rumah tangga harus dijalani bersama oleh suami dan istri tertuang dalam lereng eneng.
Selain atasan dan bawahan, mempelai wanita menggunakan kelat bahu yang berada di kedua lengan, perhiasan cincin permata, , kalung pendek dan panjang, dan gelang permata. Dan yang yang menarik dalam pernikahan adat Jawa Barat adalah mahkota campuran logam seberat 1,5 sampai 2 kg bernama Siger yang dipakai oleh mempelai wanita. Siger ini melambangkan tingginya rasa hormat, kearifan, dan kebijaksanaan dalam pernikahan.
Ada empat jenis riasan pengantin di Jawa Barat yang masing-masing jenis menyesuaikan tempat penyelenggaraan pernikahan tersebut. Keempat jenis riasan pengantin tersebut adalah sebagai berikut:
Pakaian adat yang bergantung pada kelas sosial
Dahulu, di mana kelas sosial masih memiliki pengaruh terhadap hidup seseorang, kentara sekali perbedaan yang dapat kita temukan. Misalkan saja hak untuk duduk bersama, hak untuk mendapat bergaul dengan siapa, hak untuk pendidikan, dan lainnya. Perbedaan kasta benar-benar mendapatkan perhatian yang sangat serius. Hal tersebut tentu saja berpotensi terjadinya kesenjangan sosial.
Jaman dulu, hal tersebut merupakan suatu hal yang lumrah diterapkan di banyak daerah, tak terkecuali di Sunda. Bukti keseriusan tersebut dapat kita perhatikan dari pakaian adat yang dikenakan oleh orang-orang Sunda.
Pakaian adat di Sunda dalam melakukan aktivitas sehari-hari dibagi menjadi tiga, yaitu:
Pakaian yang biasa dipakai oleh rakyat biasa ini pada umumnya dikenakan oleh para petani, buruh, dan rakyat jelata lainnya. Pakaian ini digunakan dalam melakukan pekerjaan sehari-hari dan aktivitas lainnya. Oleh karena itu, tidak heran jika terkadang pakaian ini terlihat usang karena sangat sering digunakan.
Banyaknya petani, buruh, dan rakyat jelata di Sunda yang menggunakan pakaian ini menjadi ciri khas tersendiri sehingga pakaian ini dinobatkan menjadi pakaian adat untuk rakyat biasa. Bagaimana setelan pakaian untuk rakyat biasa baik untuk laki-laki dan perempuan Sunda?
Para lelaki Sunda dari kalangan rakyat biasa menggunakan setelan baju dan celana pangsi lengkap dengan segala aksesorisnya. Sementara untuk para wanita, menggunakan kebaya sederhana yang berwarna polos, meskipun terkadang ada yang menggunakan kebaya beraneka warna. Namun intinya bahan pembuatan kebaya ini adalah kain sederhana. Untuk bawahan, wanita Sunda menggunakan kain jarik yang dililitkan di pinggang. Tidak lupa sandal jepit keteplek digunakan sebagai alas kaki.
Para leader dalam sebuah bisnis biasa menggunakan pakaian ini saat melakukan rapat ataupun negosiasi dengan rekan bisnis mereka. Sesuai fungsinya, pakaian digunakan agar terbentuk kesan rapi dan berwibawa sehingga tidak diremehkan dalam melakukan bisnis. Oleh karena itu, pakaian ini dikhususkan untuk para pengusaha, saudagar, dan seseorang yang memiliki pendidikan tinggi.
Pakaian laki-laki terdiri dari jas putih (yang kemudian berkembang menjadi berbagai warna) yang dijuluki sebagai Baju Bedahan. Sebagai bawahan, para saudagar Sunda menggunakan kain kebat yang disarungkan di pinggang. Agar rambut tampak rapi, mereka menggunakan penutup kepala yang dinamakan bengker. Kesan mewah dan berkelas semakin terlihat dengan disematkannya arloji emas di saku jas sebelah atas.
Sementara para wanita yang menjadi istri para saudagar tersebut mengenakan kebaya yang bahannya lebih baik dari kebaya untuk rakyat biasa. Termasuk dalam memilih warna, mereka bebas bahkan untuk yang cerah sekalipun. Bawahan para wanita menggunakan kain kebat yang digunakan sebagai rok panjang. Tidak lupa dipasangkan perhiasan-perhiasan yang menarik agar yang menggunakannya tampak semakin cantik dan mempesona.
Para pewaris darah biru atau bangsawan menggunakan pakaian ini agar tampak bahwa mereka adalah orang-orang yang memiliki kuasa atas kepentingan publik sehingga menjadi orang penting di daerahnya. Kesan yang ditampilkan dalam pakaian ini adalah kedigdayaan yang berkelas.
Para laki-laki bangsawan Sunda mengenakan jas beludru hitam yang terbuat dari bahan dengan kualitas terbaik. Jas tersebut memiliki kerah sekitar 3-4 cm tanpa disertai lipatan. Sulaman benang berwarna keemasan pada kerah, tengah dekat kancing, dan kedua ujung lengan menambah kesan mewah dan kekuasaan yang dimiliki.
Celana hitam yang terbuat dari bahan dan motif yang sama dipasangkan sebagai bawahan agar selaras dengan jas hitam beludru tersebut. Agar tidak tampak terlalu sepi warna, dililitkan kain kebat berbatik di pinggang dengan panjang sampai sekitar paha.
Ikat pinggang emas dilingkarkan untuk meyakinkan bahwa celana terpasang dengan kuat. Tidak lupa dipasangkan Bendo di kepala agar rambut tampak lebih rapi. Dan sempurna, sebuah arloji keemasan disematkan di saku jas sebelah atas.
Sedangkan para wanita bangsawan mengenakan pakaian berbahan beludru dengan warna dan motif yang sama dengan bangsawan laki-laki Sunda. Dibuat sama agar pasangan bangsawan tampak serasi. Kain kebat berbatik dililitkan di pinggang dengan panjang sampai ke bawah sebagai bawahan dari pakaian adat untuk wanita ini.
Selop hitam berbahan beludru dipakaikan di kaki wanita sebagai alas kaki. Rambutnya dimodel sanggul lengkap dengan segala aksesorisnya, termasuk tusuk kondenya. Dan dengan terpasangnya perhiasan kalung, cincin, anting, giwang, atau gelang mewah dan indah, membuat orang tidak ragu kalau wanita yang sedang mengenakan setelan pakaian ini benar-benar merupakan seorang bangsawan.
Pakaian adat Jawa Barat yang digunakan untuk pengantin banyak yang terinspirasi oleh pakaian pengantin Sunda. Terlebih pakaian pengantin untuk mempelai wanita Jawa Barat yang banyak mengambil inspirasi dari putri-putri Kerajaan Sunda jaman dulu.
Seperti pada umumnya pakaian pengantin yang terdiri dari pakaian pria dan wanita, pakaian pengantin Jawa Barat juga memiliki hal serupa. Meski saat ini pakaian pengantin banyak yang dimodifikasi lebih modern, namun para perancang busana pengantin tetap menampilkan kesan keadatan.
Untuk pria, pakaian pengantin terdiri atas Jas Buka Prangwedana yang menurut budaya Jawa Barat melambangkan kewibawaan serta kejantanan yang dimiliki seorang laki-laki. Warna jas tersebut bebas dan diselaraskan dengan kebaya pengantin sang istri agar tampak serasi.
Kemudian kain bermotif batik disarungkan dengan melilitkannya di pinggang dan panjangnya hingga mata kaki. Sedangkan aksesoris wajib bagi mempelai pria adalah menggunakan bendo yang berhiaskan batu permata di tengah-tengahnya sebagai penutup kepala. Agar semakin tampak gagah dan jantan, tidak lupa mempelai pria membawa keris dan sarungnya (boro sarangka) sekaligus.
Sementara itu, pakaian pengantin wanita Jawa Barat lebih kompleks, terlebih adanya tambahan perhiasan dan aksesoris. Atasan wanita merupakan kebaya pengantin yang terbuat dari bahan brokat dengan warna cerah. Warna yang umum digunakan sebagai bahan baku kebaya pengantin ini adalah putih, krem, kuning, biru muda, dan lainnya.
Sama dengan mempelai pria, bawahan sang istri berupa kain batik yang dililitkan di pinggul wanita dengan panjang dari pinggul sampai bawah kaki. Kain batik ini memiliki dua pilihan motif, yakni sido mukti atau lereng eneng prada.
Budaya yang tertanam di Jawa Barat mengajarkan, kedua batik ini melambangkan adanya harapan agar keadaan kedua mempelai menjadi jauh lebih baik dan penuh dengan kebahagiaan setelah mereka menjalani kehidupan rumah tangga. Nasehat yang mengajarkan panjangnya perjalanan kehidupan rumah tangga harus dijalani bersama oleh suami dan istri tertuang dalam lereng eneng.
Selain atasan dan bawahan, mempelai wanita menggunakan kelat bahu yang berada di kedua lengan, perhiasan cincin permata, , kalung pendek dan panjang, dan gelang permata. Dan yang yang menarik dalam pernikahan adat Jawa Barat adalah mahkota campuran logam seberat 1,5 sampai 2 kg bernama Siger yang dipakai oleh mempelai wanita. Siger ini melambangkan tingginya rasa hormat, kearifan, dan kebijaksanaan dalam pernikahan.
Ada empat jenis riasan pengantin di Jawa Barat yang masing-masing jenis menyesuaikan tempat penyelenggaraan pernikahan tersebut. Keempat jenis riasan pengantin tersebut adalah sebagai berikut:
Sekilas Mengenai Jawa Barat
Dikenal sebagai provinsi dengan populasi terpadat, Jawa Barat memiliki lebih dari 48 juta jiwa penduduk. Jawa Barat memiliki beberapa suku asli, yaitu suku Sunda, suku Cirebon, dan lainnya. Besarnya dominasi suku Sunda di provinsi ini menjadikan suku Sunda merupakan suku terbesar kedua dalam hal banyaknya populasi mereka.
Di Sunda, diajarkan beberapa bahasa, mulai dari bahasa Sunda, bahasa Jawa dialek Cirebon, dan bahasa Cirebon. Adanya beberapa wilayah yang didiami oleh suku Betawi memunculkan usulan agar Bahasa Melayu berdialek Betawi diajarkan sebagai pendidikan bahasa daerah setempat.